Cerpen Romance
Tema Lagu Krispatih
“Tak Lekang Oleh Waktu”
Perkara
Waktu
Di sudut ruang
kosong, lima orang lelaki dengan peralatan musiknya. Suara merdu terdengar
begitu jelas dan bergema. Sepasang bola mata melihat dari kejauhan, sosok
wanita dengan rambut pirang dan berparas cantik sedang berdiri tegak
memperhatikan. “Gimana kalau kita lanjut
bes6k saja lagi!” ajak Dimas. Seketika ruang kosong itu menjadi hampa, dan
wanita tersebut tak terlihat lagi.
Sebuah sekolah di
tengah pemukiman warga, dengan desain interior peninggalan Kolonial, menjadi
sekolah tertua di daerahnya. Rata-rata Yang bersekolah di sana dari kalangan
atas, tapi tidak untuk Dimas lelaki sederhana, yang memiliki kelebihan dari
fisiknya. Dimas banyak digandrungi para wanita, bersikap bijak, dan humoris
menjadi idola para wanita. Jika semua tertarik padanya, tapi lain halnya dengan
Catrine dia bersikap tak acuh bahkan mengangkap Dimas sosok yang asing.
Suara merdu itu terdengar kembali
begitu jelas di telinga. Sosok lelaki menghampirinya dan berkata “seputih
cinta ini ingin kulukiskan di dasar hatiku...”
“Bagus.
Bagus sekali suaramu. Kau bernyanyi untukku?” kata
Catrine
“Ya.
Apakah kau suka wanita manis?” Rino bertanya balik
“Suka.
Suka sekali...” Catrine tersenyum
Rino hanya tertawa jahat, dalam hati
berkata “dasar wanita bodoh, baru segitu
aja sudah tergoda”
Rino
pemilik suara merdu yang berasal dari Batak, dia salah satu dari beberapa orang
di sekolahnya yang suka mengejek orang lain. Kegemarannya dengan dunia musik sehingga
Rino membentuk suatu grup band di sekolahnya yang terdiri dari lima orang,
yaitu Angga, Roy, Dicky, dan salah satunya adalah Dimas. Meski Dimas dan Rino
satu grup band, tapi tak jarang sering ada perselisihan di antara mereka
berdua. Grup band mereka diberi nama “THE HITS”.
Catrine
sekelas dengan mereka berlima, walaupun Catrine memiliki paras yang cantik
tetapi itu bukan jaminan, Catrine juga sering diejek oleh teman-teman
sekelasnya, terkecuali Dimas. Memang aneh mempunyai wajah cantik, tetapi
menjadi bahan ejekan, bukan Catrine tak kaya hanya saja rambut yang di
milikinya pirang yang menjadi aneh di kalangan mereka. Ejekan mereka hanya
menjadi angin lalu bagi Catrine.
Langit biru,
dengan hangatnya mentari pagi. Sebuah sapaan ramah di telinga “selamat pagi Catrine” Dimas tersenyum.
Catrine hanya menatap tajam dan pergi berlalu.
Sebuah pluit berbunyi nyaring, alunan
musik berirama cepat memberi semangat senam di pagi hari. Dengan suara khasnya
yang berasal dari Flores, beliau memanggil Catrine “Catrine...mana Catrine? Maju kau lah ke depan, coba kau pimpinan
teman-teman mu senam!” suara tegas dan kencang pak Frans. “baik pak” kata Catrine.
Ketika sedang memimpin senam di depan,
lagi-lagi Catrine menjadi bahan leluconan teman-temannya. Kali ini Catrine
sangat jengkel, dan ia pergi meninggalkan lapangan. Di kelas Catrine nangis terisak,
dalam hatinya berkata “apa yang salah
dari diri gue? Apa karna ini rambut?” sambil memegang rambutnya sendiri. “itu rasanya aneh hanya karena rambut
seperti ini, suatu saat bakal gue buktiin!” tegasnya dalam hati.
“THE HITS” sedang berlatih untuk
pementasaan seni besok hari, ketika sedang berlatih Catrine datang menghampiri
Rino “Hai! Rino nanti sore bisa ajarin
gue nyanyi ga?”
Rino kaget dan ia mengatur siasat
kecil di pikirannya untuk menjahati Catrine “oke,
nanti sore kita ketemuan di cafe depan sekolah saja ya”
“baiklah,
sampai ketemu nanti” Catrine begitu senangnya
Ketika seorang
lelaki dengan penampilannya yang trendy,
sedang menunggu di sudut cafe. Catrine tidak bergegas menghampirinya melainkan
mengambil gitar kemudian bernyanyi depan meja-meja para pengunjung cafe. Rino terlihat
kaget dan terpukau, dalam hatinya berkata “gila ni cewek cantik bener, keren
lagi suaranya melebihi dari gue”. Niatan yang tadinya mau jahatin Catrine sinar
begitu saja, semua siasat yang sudah diatur hancur berantakan. Di lain meja
ternyata Dimas juga hadir di sana untuk memastikan bahwa Catrine baik-baik
saja. Ketika Catrine selesai bernyanyi, kemudian menghampiri Rino dan berkata “Hai no! udah lama ya nunggu? Sorry”
Rino tersenyum “no problem”. Ketika
semua sudah di pastikan baik-baik saja pada Catrine, Dimas pun meninggalkan
cafe tersebut.
Hari yang
ditunggu-tunggu pun tiba. Pentas seni karya siswa-siswi akan ditampilkan. Dari
beberapa karya hasil siswa-siswa di sekolah ini, Catrine terpikat dengan satu
karya lukis perempuan yang sedang bernyanyi, dalam karya tersebut tertulis
sepucuk puisi yang indah berisikan :
Kau
itu memang aneh. Aneh sekali
Tapi
tidak untuk ku
Kau
itu indah,
Mungkin
kau tak mempercayainya
Kau
itu seperti mawar
Berduri,
tajam, tapi kau indah
Setiap karya memang tidak ada
identitas pengirimnya. Catrine terlihat sangat menyukai lukisan tersebut, dan
Catrine tahu siapa pembuatnya. Dengan rasa percaya diri Catrine menghampiri
Rino dan berkata “Rino, lu kan yang buat
itu lukisan?” sambil menunjuk ke arah lukisan tersebut. Rino hanya tertawa “hahaha... ada-ada lu, hei jadi cewek jangan
kepedaan. Dari pada lukis lu mending gua lukis monyet aja” serentak Angga, Roy,
dan Dicky ikut tertawa. Dengan menahan rasa malu Catrine pergi dari tempat itu.
Di sebuah taman Catrine hanya terdiam dan memikirkan lukisan itu “kalau bukan Rino, lalu siapa yang membuat
lukisan itu?” dalam hatinya.
Dimas
yang asik dengan alat musik drumnya, kemudian tergaket tiba-tiba Catrine datang
menghampirinya “Dimas, gue mau bicara
sama lu!”
Dimas menjawab dengan santainya “mau bicara apa? Gue lagi sibuk, lu ga liat”
“Oh,
oke!” Catrine pergi meninggalkan Dimas
Catrine yang begitu terpikat dengan
lukisan tersebut, dan rasa penasarannya yang ingin mencari tahu siapa pembuatnya.
Akhirnya Catrine mengetahui siapa pembuat lukisan tersebut dia adalah seseorang
yang sama sekali tidak pernah terpikirkan di otaknya.
Keesokan harinya
ketika Catrine berusaha mencari-cari Dimas, ternyata Dimas sudah menunggu ke
hadirannya di taman dengan kolam ikan di belakang sekolahnya. Dimas berkata “ngapain lu kesini?”. Catrine terkaget
dengar suara yang berasal dari belakangnya “gue
nyari-nyari lu dari tadi, ada yang pengen gue tanya”. Dengan santainya
Dimas menjawab “lu pasti pengen nanya
lukisan itu kan?”
Catrine terheran-heran “kok lu bisa tau?”.
“ga
penting lu tahu, dari awal gue ketemu sama lu gue ngerasa lu unik, dan gue ga
pernah ngerasain hal beda seperti ini. Bagi mereka lu aneh tapi bagi gue lu itu
beda, lu itu punya ke istimewaan” Dimas berbalik
manatap Catrine penuh harapan.
“istimewa?
Istimewa apanya? Gue tuh aneh dengan rambut pirang yang gue miliki”
Catrine menjawab dengan tegasnya.
“ya
lu beda. Beda dari hati lu, lu melihat diri gue bukan sosok yang istimewa
seperti di kalangan wanita pada umumnya dengan kelebihan fisik yang gue miliki.
Semakin gue mendekat, lu semakin menjauh. Tapi di sisi lain lu punya hati yang
begitu tulus, waktu itu gue sengaja ngikutin lu ke cafe buat janjian sama Roy,
pas lu lagi di jalan mau ke cafe, dan lu di situ nolongin orang yang padahal
pernah ngejek lu abisan-abisan. Bahkan, lu berani bertaruh nyawa cuma buat
nolong tuh orang. Lu juga orangnya ga pernah membalas kejahatan orang lain
dengan kejahatan lagi. Gue tertarik sama lu, wajarkan gue suka sama lu”
Dimas yang menatap Catrine semakin tajam
dan penuh harapan. Catrine tidak bisa menjawab apapun tubuhnya kaku, tapi
hatinya begitu terharu, Catrine pergi meninggalkan Dimas begitu saja di taman.
Hari
demi hari berlalu siang berganti malam, terang berganti gelap, dan benci
berubah menjadi rindu. Itulah rasanya cinta yang sedang bergejolak di hati
Catrine “apa gue merasakan hal yang sama
dengan Dimas?” berkata dalam hatinya. Ketika dering alarm berbunyi Catrine
terbangun dengan penuh semangat. Sesampainya di kelas Catrine bertemu dengan Dimas
tak ada kata yang terucap dari mereka. Hanya sebuah senyuman manis yang di
berikan Catrine untuk Dimas. Dimas pun membalas senyuman manis itu. Entah
tanggal berapa mereka meresmikan hari jadi hubungannya, tak ada yang ingat
persis. Bagi mereka tanggal bukanlah persoalan, tetapi cinta yang harus di
perjuangkan.
Selain
mahir bermain alat musik drum, Dimas juga bisa bermain gitar. Hari-hari mereka
berdua di lewati dengan penuh kebahagiaan, tak jarang Catrine dan Dimas
bernyanyi bersama. Lagu yang mereka nyanyikan berdua adalah lagu yang menjadi
bukti cinta mereka, lagu tersebut berjudul “Tak
Lekang Oleh Waktu – Krispatih”. Tapi tak selamanya cinta mereka berjalan dengan
mulus, banyak juga kerikil-kerikil tajam yang mengganggu. Ketika mereka di
hadapkan dengan sebuah situasi yang begitu rumit, dan mengharuskan cinta mereka
berakhir.
Ketika
Catrine dan Dimas dinyatakan lulus dari sekolahnya, Catrine dan Dimas
melanjutkan impian mereka masing-masing. Meski mereka tak lagi bersama tapi
sebuah jalinan komunikasi terus berjalan dengan baik, melainkan mereka berdua
layaknya seperi adik dan kakak. Catrine
dan Dimas sama-sama bekerja, tetapi berbeda tempat. Catrine bertemu dengan
sosok lelaki di tempat ia bekerja, lelaki tersebut sangat simpatik kepada
Catrine, dan Catrine menceritakan semuanya kepada Dimas mereka memang masih
tetap terbuka satu sama lain, tak jarang mereka juga sering curhat pengalaman
kerjanya masing-masing. Lelaki tersebut bernama Miko, lelaki dengan penampilan
yang modis menjadi daya tarik tersendiri bagi Catrine. Dengan rasa simpatik
Miko yang terus menerus kepada Catrine, Catrine pun merasakan hal yang berbeda
kepada Miko. Catrine merasa tertarik dengan Miko, tetapi dia masih tidak begitu
yakin dengan perasaannya itu. Setiap hari Catrine terus memperhatikan
Miko. Lama-kelaamaan Miko yang awalnya
bersimpatik kepada Catrine berubah menjadi bersikap dingin. Catrine sedikit
heran, tetapi itu tidak masalah bagi Catrine karena Catrine hanya tertarik saja
kepada Miko. Miko bukan sosok yang cocok bagi Catrine dia memang suka menolong
orang lain dan humoris, tetapi di sisi lain dia mempunyai sifat sangat pemalas.
Catrine tidak suka orang pemalas, Miko juga sering jarang masuk kerja.
Tepatnya tanggal
tujuh belas bulan Febuari, ketika Catrine pulang kerja tiba-tiba di rumahnya
sudah ramai sekali banyak orang, Catrine bingung dan bertanya-tanya dalam hati.
Saat Catrine masuk ke dalam rumah, ia kaget ternyata di sana sedang duduk
Dimas, Catrine pun bertanya “Dimas? Lu
ngapain kesini, kok ga ngabarin gue dulu si?”. Dimas hanya tersenyum manis.
Kemudian mama Rita (ibu Catrine) “Catrine,
kamu sudah pulang mandi gih sana pakai kebaya ini!” Catrine yang masih kebingungan, kemudian lekas pergi untuk mandi. Setelah
selesai mandi dengan mengenakan kebaya yang tadi di suruhnya pakai oleh orang
tuanya, Catrine pun berjalan keluar menuju ruang tamu rumahnya. “Catrine terlihat begitu cantik dan anggun
memakai kebaya itu” kata orang tua Dimas. “Catrine maafkan aku tidak memeberitahu mu dan semuanya terkesan
mendadak, aku hanya ingin menepati janjiku sebagai laki-laki. Maukah kau menjadi
teman hidup ku sekaligus ibu dari anak-anak ku nanti?” Catrine terdiam
sejenak dan kaget dengar perkataannya Dimas, Catrine pun membuka bibirnya
sedikit dengan rasa grogi “apakah kamu
yakin dengan pilihan mu ini? Kenapa
waktu itu kau memutuskan untuk berpisah?”
Dimas menjawab balik pertanyaan
Catrine dengan santai “maafkan aku jika
waktu itu aku memutuskan untuk kita berpisah, semua itu semata-mata ku lakukan
untuk memastikan kamu adalah jodoh ku yang di persiapkan Tuhan, dan aku ga mau
hanya sekedar pacaran tapi aku ingin lebih bersama mu Catrine. Aku juga memilih
tanggal ini untuk melamar mu sebagai hadiah di ulang tahun mu. Apakah kau mau
menerima lamaran ku?”
Tiba-tiba dari
sudut matanya Catrine, ia meneteskan air mata dan berkata “aku bersedia jadi istrimu dan ibu dari anak-anak mu nanti”. Semua
rasa terharu dan bahagia menjadi satu di sebuah ruang tamu tersebut. “bolehkah saya menyematkan cincin di jari
manis kiri mu Catrine?” suara dari ibunya Dimas. Kemudian Catrine dengan
senang hati mempersilahkan jari manis kirinya untuk memakai cincin pemberian
dari ibu mertuanya. Catrine dengan bahagia mencium tangan dan memeluk calon ibu
mertuanya. Segala persiapan dan penentuan tanggal pernikahan di bicarakan.
Tanggal 24 September adalah saksi cinta mereka berdua dan pembuktiian Dimas
akan cintanya. Dimas berkata kepada Catrine yang sekarang menjadi istrinya
bahwa “cinta sejati tidak akan pernah
salah, meski hanya persoalan waktu. Aku mencintai mu saat ini, esok, lusa, dan
selamanya meski kau tak secantik ini lagi” Kiss....